Diskusi Budaya di NuArt Pukau Anak-Anak Muda Bandung
ARCOM.CO.ID ,Bandung. Maraknya polemik kebudayaan dan polarisasi dalam masyarakat, NuArt Sculpture Park menggelar Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” bertajuk, “Percakapan Antara Bumi dan Langit”, Rabu, (24/5/2017), di NuArt Sculpture Park jalan Setraduta Raya Bandung.
Turut hadir di acara ini, Pematung / Pemilik NuArt Sculpture Park Nyoman Nuarta, Pimpinan Produksi Keni Soeriaatmadja, Tokoh Nahdlatul Ulama Zastrouw Al Ngatawi, Seniman Ayu Laksmi, Godi Suwarna, Wawan Sofwan, Budi Dalton, Man Jasad, Kimung, Penyanyi Dira Sugandi, Sri Harunaga Trio, dan Ketua Umum Viking Heru Joko.
Diskusi Budaya “Indonesia Raya” bertajuk, “Percakapan Antara Bumi dan Langit” dibuka dengan Helaran / arak-arakan Bebegig Baladewa dari Sukamantri Ciamis, Balaganjur Seke Gong Ksatrya Jaya dari Bali, Rajah Pembuka oleh Budi Dalton dan penampilan Karinding Attack.
Ratusan penonton yang didominasi anak-anak muda terpukau ketika Seniman asal Ciamis Godi Suwarna membaca prosa Sunda berjudul “Serat Sapakembangan”.
Seusai menyimak penampilan Godi Suwarna, para penonton dibuat terkesima dengan penampilan penyanyi Ayu Laksmi yang membawakan lagu, “Hyang”, dan “Btari Nini”.
Seusai penampilan Ayu Laksmi, Penulis puisi asal Maluku Theoresia Rumthe tampil membacakan puisi yang cukup menyayat hati, sebelumnya penyanyi Dira Sugandi membawakan lagu “Janganlah Menangis Indonesia”, namun Dira tidak mampu menahan tangisnya mungkin karena kondisi Indonesia saat ini.
Pematung / Pemilik NuArt Sculpture Park Nyoman Nuarta saat sesi Press Conference mengatakan, pihaknya menampilkan pertunjukan Bebegig dari Ciamis karena Bebegig merupakan kesenian yang orsinil, “Kami akan terus menggali kesenian dari Sunda, karena banyak kesenian Sunda yang mengagetkan,” kata Nyoman.
Lebih lanjut Nyoman mengatakan, dirinya hidup 100 persen dari berkesenian yaitu membuat patung, “Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya Percakapan Antara Bumi dan Langit merupakan salah satu pemberian saya untuk orang Sunda,” ujarnya.
Nyoman menegaskan, keanekaragaman merupakan hal yang luar biasa, “Bila melawan keanekaragaman dipastikan akan hancur,” tegasnya.
“Saya tahun 1970-an datang ke kota Bandung, dan saya langsung jatuh hati dengan kota Bandung karena orang-orangnya ramah sekali, sejak itu saya berkomitmen tidak akan merusak Bandung,” tegasnya.
“Hiduplah yang baik dan benar, dan kita harus menghargai lingkungan dan kodrat kita,” kata Nyoman, “Manusia satu sama lain sama, namun lahir dalam situasi tertentu itu namanya takdir,” ujarnya.
Mengenai kondisi NuArt Sculpture Park, Nyoman mengungkapkan, hingga saat ini belum terjadi hubungan yang baik antara pemerintah dengan NuArt Sculpture Park, “Padahal NuArt saya bangun agar anak-anak muda Bandung dapat berkesenian dengan dahsyat,” tegasnya.
Nyoman pun mengkritisi hotel-hotel yang ada di kota Bandung, “Hotel sebagai tukang pungut banyak mengambil keuntungan dari acara-acara kebudayaan di kota Bandung, tetapi mereka tidak memberikan kembali dan tidak memajukan budaya yang ada,” pungkasnya.
Pimpinan Produksi Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” Keni Soeriaatmadja mengatakan, kini kota Bandung terpapar oleh beragam informasi yang belum jelas nilai kebenarannya, namun mengakibatkan berbagai gejala negatif seperti segregasi dan diskriminasi etnis dan religi.
“Menengarai terjadinya polemik kebudayaan dan polarisasi di masyarakat NuArt Sculpture Park merasa perlu mengadakan forum diskusi yang mengelaborasi berbagai persoalan di masyarakat terkait persoalan diskriminasi dan polarisasi budaya dalam konteks masyarakat urban, khususnya anak muda,” kata Keni.
“NuArt Sculpture Park merasa perlu menghadirkan unsur seni dan budaya sebagai pembungkus sajian acara, karena seni dan budaya adalah jendela identitas masyarakat bangsa Indonesia,” ujar Keni.
“Acara ini salah satu wujud dari keresahan masyarakat khususnya seni akan berbagai fenomena kultural akhir-akhir ini,” kata Keni, “Sekaligus mengingatkan kembali akan identitas bangsa Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut Keni mengatakan, sasaran penonton Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” adalah kalangan anak muda, karena generasi muda saat ini mendapatkan paparan informasi baru yang paling tinggi, “Kelak anak-anak muda memiliki tugas menjalankan laju kemajuan bangsa ini,” tegas Keni.
“Diskusi Budaya ini perlu dijadikan momentum kesadaran agar masyarakat tidak menjadi korban politik adu domba yang tengah dihembuskan oleh pihak-pihak yang ingin meraih keuntungan dari keresahan masyarakat,” tegas Keni.
“Setiap orang memiliki hak untuk bicara, namun harus diikuti dengan kemampuan untuk mendengar,” pungkas Keni.
Seniman Man Jasad dari Karinding Attack dan Band Metal Jasad mengatakan, Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” di NuArt Sculpture Park sangat bagus karena jarang diadakan, “Namun ke depannya alangkah lebih baik diadakan di Alun-Alun dan Kecamatan-Kecamatan,” ujarnya.
“Acara ini luar biasa karena dihadiri banyak anak-anak muda,” kata Man Jasad, “Ini menandakan banyak anak muda yang peduli kondisi Bangsa Indonesia saat ini,” ujarnya.
Lebih lanjut Man Jasad mengatakan, para seniman termasuk dirinya merasa resah karena Bangsa Indonesia terpecah, “Bangsa Indonesia jangan bertengkar terus, kapan majunya bila bertengkar terus,” pungkas Man Jasad.
Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” bertajuk, “Percakapan Antara Bumi dan Langit” di NuArt Sculpture Park diakhiri dengan diskusi berbobot dari para pengisi acara, dan lantunan lagu “Ibu Pertiwi” yang dibawakan Dira Sugandi, serta monolog bergaya Bung Karno yang dibawakan oleh seniman teater Wawan Sofwan. (Bagoes Rinthoadi)